Written By: Rifda Shofwa
1. Identitas Buku
Judul Buku: As Long as the Lemon Trees Grow
Penulis: Zoulfa Katouh
Penerjemah: Berliani Mantili Nugrahani, Esi Ayu Budihabsari
Penyunting: Putri Dinny Decca P.S
Penerbit: Mizan Pusaka
Cetakan Pertama: April 2023
Tebal: 479 halaman, 21 cm
ISBN: 978-602-441-313-2
2. Pendahuluan
Zoulfa Katouh, seorang penulis Kanada berdarah Suriah menggemparkan dunia sastra dengan novel debutnya ‘As Long as the Lemon Trees Grow’. Novel tersebut berhasil diterjemahkan kedalam 21 bahasa termasuk Bahasa Indonesia. Sejumlah kritikus sastra internasional memberikan kometar positif mereka terhadap buku ini. Beberapa penghargaan juga berhasil diraih oleh Katouh melalui bukunya, salah satunya adalah menjadi kandidat Shortlisted Book of The Year Discover pada The British Book Awards 2023. Katouh memberikan suara bagi mereka yang sedang berjuang dan para korban konflik Suriah yang direalisasikan dengan tokoh Salama, dengan segala ketakutan, trauma, dan perjuangan untuk negeri mereka.
3. Isi
Salama Kassab diceritakan sebagai seorang mahasiswa farmasi yang memiliki kehidupan yang bahagia dengan kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Ditambah lagi sahabat dekatnya menjadi bagian dari keluarganya setelah menikah dengan kakak laki-lakinya. Namun semua kehidupan baiknya hilang dalam sehari setelah perang meledak di kotanya. Ibunya meninggal setelah serangan udara menghancurkan rumah dan tubuhnya, ayah dan kakaknya ditawan tanpa Salama ketahui apakah mereka masih benyawa, serta Salama harus menepati janjinya pada kakaknya untuk membawa saudara iparnya yang sedang mengandung keluar dari Suriah.
Meskipun ia telah memegang janjinya, ia tidak mampu mewujudkannya dalam waktu dekat. Sebagai mahasiswa farmasi, keadaan membuatnya menjadi relawan di sebuah rumah sakit di daerahnya yang bernama Homs. Walau tanpa latar belakang kedokteran, ia harus menangani para pasien di ruang operasi. Salama dihadapkan dengan wajah-wajah kesakitan pasiennya yang terkadang tak lagi lengkap anggota tubuhnya. Rasa takut dan bersalah menjadi dominan dialami Salama saat melakukan operasi darurat. Salama takut dirinya tak mampu menolong seseorang dan rasa bersalah hinggap ketika mereka justru kehilangan nyawanya dibawah penanganannya. Rasa bersalah itu membesar ketika ia dengan terpaksa “membiarkan” seorang anak laki-laki meninggal dengan pendarahan yang dialaminya.
Tekanan-tekanan yang dialaminya di rumah sakit juga tak lepas dari fakta bahwa dirinya juga salah satu korban dari dampak perang Suriah membuat Salama berhalusinasi dan terkadang terdiam dengan tatapan kosong. Dalam halusinasinya sosok Khawf acap kali hadir disaat Salama sendiri di kamar tidurnya. Sebuah eksistensi sebagai wujud dari trauma yang dirasakan Salama. Sosok tersebut memaksa Salama dengan menghadirkan gambaran-gambaran masa depan jika Salama tidak segera meninggalkan negerinya.
Keadaan tersebut membuatnya dilanda kebingungan, haruskah ia pergi meninggalkan negaranya, menepati janji pada kakaknya atau mengabdikan dirinya untuk membantu para korban perang. Ditengah kegundahannya Salama bertemu dengan Keenan. Seorang pemuda kurus, bermata hijau terang yang betekad mengabadikan setiap serangan militer tentara al-Assad untuk ia tunjukkan kepada dunia. Hubungan mereka menambahkan harapan, cinta, dan rasa hangat ditengah carut-marutnya negeri mereka.
4. Keunggulan Buku
Katouh memberikan gambaran berbeda dari negerinya. Setelah sebelas tahun menjadi tahun-tahun yang dipenuhi oleh konflik bersenjata tiada akhir, Suriah mengalami krisis kemanusiaan mencekam. Hingga akhirnya Suriah tercatat sebagai negara dengan pengungsi terbanyak di dunia. Katouh berusaha membuka mata dunia akan perang yang terjadi di negerinya. Ia mengajarkan makna sebenarnya dari sebuah perjuangan, harapan, cinta kasih sayang, dan juga keyakinan seorang muslim. Ia juga menyelipkan doa dan harapan kepada mereka yang sedang berjuang di Suriah. Katouh menambahkan, bahwa mereka yang berjuang bukan hanya mereka yang bertahan di dalam negerinya, tetapi para pengungsi juga merupakan pejuang yang mencari suaka di negeri orang.
Ia menghidupkan tokoh-tokohnya seolah menjadi nyata. Dengan masalah-masalah yang sangat relate dengan keadaan warga sipil Suriah. Bentuk narasi yang cantik hingga tanpa sadar terbuai dengan alur yang mengarahkan pada plot twist yang tidak terduga. Gambaran detail membuat pembaca turut merasakan apa yang tokoh di dalam buku rasakan hingga beberapa diantaranya menimbulkan pergolakan emosi.
5. Kekurangan Buku
Namun, gambaran tersebut membuat novel terdapat warning yang perlu diperhatikan. Beberapa adegan-adegan yang tidak sesuai dengan beberapa pembaca. Seperti disaat tentara al-Asaad yang melakukan penghancuran, penembakan, dan pengeboman terhadap seluruh penduduk Homs, terutama perempuan dan anak-anak. Serta keadaan korban yang terluka parah, dan kematian yang mereka alami. Untuk novel setebal 480 halaman ini juga termasuk bacaan yang cenderung lambat.