Ketauhidan : Inti Segala Kehidupan

Ketauhidan adalah mahkota segala ilmu, inti dari semua ibadah, dan pondasi yang menegakkan bangunan kehidupan seorang mukmin. Dalam Kitab al-‘Aqidah al-Tahawiyyah, para ulama menegaskan bahwa mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan bukanlah sekadar hafalan sifat-sifat-Nya, tetapi kesadaran batin yang memerdekakan jiwa dari penghambaan kepada selain-Nya. Tauhid mengajarkan bahwa segala gerak dan diam, rezeki dan takdir, bahkan detak jantung terakhir manusia, berada di bawah kendali mutlak Sang Pencipta. Inilah cahaya yang menembus kabut kehidupan: kesadaran bahwa tiada daya dan upaya, kecuali dengan izin Allah semata.

Para mufasir, seperti dalam Tafsir Ibn Katsir, menjelaskan makna ayat “La ilaha illallah” bukan hanya menafikan segala sesembahan selain Allah, tetapi juga mengosongkan hati dari segala bentuk ketergantungan yang memenjarakan. Ketauhidan sejati memutuskan tali-tali yang mengikat manusia pada dunia secara buta, lalu mengikatnya hanya kepada Rabb yang Maha Mengatur. Dari sinilah lahir ketenangan, sebab hati yang bertumpu pada Allah ibarat perahu yang berlabuh di dermaga paling kokoh, tak terguncang ombak sebesar apapun. Tauhid bukan sekadar ucapan, tetapi perjalanan panjang membersihkan hati dari syirik yang samar, hingga tak tersisa satu ruang pun selain untuk-Nya.

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menggambarkan tauhid sebagai mata air yang menghidupkan seluruh cabang amal. Shalat, zakat, puasa, bahkan akhlak mulia hanyalah buah dari pohon tauhid yang akarnya menghunjam dalam. Tanpa akarnya, ibadah menjadi kering dan hampa. Maka, setiap insan yang merindukan hidup penuh keberkahan, hendaklah menjadikan tauhid sebagai prioritas pertama dalam belajar, beramal, dan bermu’amalah. Sebab, ketika tauhid telah bersemi kuat di hati, segala kesedihan menjadi ringan, segala ujian terasa manis, dan kehidupan menjadi perjalanan pulang yang pasti menuju Allah.