"Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (musuhmu) pun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran, dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir), dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya gugur sebagai syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran: 140).
Kehidupan Manusia ibarat roda, kadang di atas kadang di bawah, secepat apapun itu bergerak atau ditahan dengan cara apapun, roda akan tetap bergerak dan berpindah posisi. Begitupun dengan kehidupan manusia, yang akan merasakan lezatnya kebahagiaan dan perihnya kesengsaraan yang mungkin menimpanya. Perumpamaan tersebut sebenarnya merupakan salah satu poin penjelasan pada kutipan ayat Qur'an Surat Ali Imran ayat 140. Ayat termasuk ayat madaniyyah yang turun pada peristiwa pasca Perang Uhud, ketika kaum Muslimin mengalami kekalahan setelah sebelumnya memperoleh kemenangan gemilang pada Perang Badar. Tafsir ayat ini menjelaskan bahwa kemenangan dan kekalahan adalah sunnatullah, hukum alam yang pasti berlaku dalam kehidupan manusia. Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menekankan bahwa Allah mempergilirkan kejayaan di antara umat manusia untuk menguji siapa yang benar-benar beriman, siapa yang tetap sabar, dan siapa yang tergelincir oleh godaan dunia. Sementara itu, Al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan pentingnya memahami kekalahan sebagai bagian dari pembelajaran agar umat tidak lengah dalam strategi, tidak sombong dalam kemenangan, serta terus memperbaiki kelemahan.
Dalam kaitannya dengan perpolitikan yang terjadi saat ini, ayat ini memberi pelajaran berharga bahwa kekuasaan dan kepemimpinan juga merupakan pergiliran dari Allah. Dalam sejarah, tidak ada satu kekuasaan pun yang abadi. Karena pastinya, selalu ada fase naik dan turun, jaya dan runtuh, tergantung bagaimana kemampuan pemimpinnya dalam menegakkan keadilan dan rakyatnya yang dapat beramar ma’ruf nahi munkar. Politik yang dijalankan dengan amanah, kejujuran, dan keadilan akan menguatkan suatu bangsa, sedangkan politik yang sarat dengan kedzaliman, korupsi, dan kesewenang-wenangan hanya akan mempercepat kehancuran. Hal ini sejalan dengan pesan ayat bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Jika kita meninjau dari konteks modern, politik sering kali dipahami sebagai perebutan kekuasaan. Namun, ayat ini mengingatkan bahwa kekuasaan sejatinya hanyalah titipan Allah yang akan dipergilirkan sesuai kehendak-Nya. Kekalahan dalam politik, seperti dalam pemilu atau perebutan jabatan, hendaknya tidak dimaknai sebagai akhir dari segalanya, melainkan sebagai evaluasi untuk memperbaiki strategi, visi, dan komitmen terhadap nilai-nilai keadilan. Sebaliknya, kemenangan dalam politik tidak boleh menjadikan seseorang angkuh, sebab kejayaan yang diperoleh bisa saja berbalik menjadi kekalahan jika tidak dijalankan dengan amanah.
Dengan demikian, QS. Ali Imran ayat 140 memberikan gambaran mendalam bahwa dinamika politik sejatinya bukan sekadar soal menang atau kalah, melainkan sarana untuk belajar, menegakkan keadilan, dan menguatkan iman. Ayat ini mengajarkan bahwa politik adalah bagian dari ujian kehidupan, di mana kekuasaan yang bergilir menjadi alat penyaring bagi siapa yang tetap lurus dalam kebenaran, siapa yang terjerumus dalam kezhaliman, dan siapa yang kelak dicatat sebagai pejuang yang tulus.
Dan seperti biasa terima kasih..
"Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (musuhmu) pun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran, dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir), dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya gugur sebagai syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran: 140).
Kehidupan Manusia ibarat roda, kadang di atas kadang di bawah, secepat apapun itu bergerak atau ditahan dengan cara apapun, roda akan tetap bergerak dan berpindah posisi. Begitupun dengan kehidupan manusia, yang akan merasakan lezatnya kebahagiaan dan perihnya kesengsaraan yang mungkin menimpanya. Perumpamaan tersebut sebenarnya merupakan salah satu poin penjelasan pada kutipan ayat Qur'an Surat Ali Imran ayat 140. Ayat termasuk ayat madaniyyah yang turun pada peristiwa pasca Perang Uhud, ketika kaum Muslimin mengalami kekalahan setelah sebelumnya memperoleh kemenangan gemilang pada Perang Badar. Tafsir ayat ini menjelaskan bahwa kemenangan dan kekalahan adalah sunnatullah, hukum alam yang pasti berlaku dalam kehidupan manusia. Dalam tafsirnya, Ibn Katsir menekankan bahwa Allah mempergilirkan kejayaan di antara umat manusia untuk menguji siapa yang benar-benar beriman, siapa yang tetap sabar, dan siapa yang tergelincir oleh godaan dunia. Sementara itu, Al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan pentingnya memahami kekalahan sebagai bagian dari pembelajaran agar umat tidak lengah dalam strategi, tidak sombong dalam kemenangan, serta terus memperbaiki kelemahan.
Dalam kaitannya dengan perpolitikan yang terjadi saat ini, ayat ini memberi pelajaran berharga bahwa kekuasaan dan kepemimpinan juga merupakan pergiliran dari Allah. Dalam sejarah, tidak ada satu kekuasaan pun yang abadi. Karena pastinya, selalu ada fase naik dan turun, jaya dan runtuh, tergantung bagaimana kemampuan pemimpinnya dalam menegakkan keadilan dan rakyatnya yang dapat beramar ma’ruf nahi munkar. Politik yang dijalankan dengan amanah, kejujuran, dan keadilan akan menguatkan suatu bangsa, sedangkan politik yang sarat dengan kedzaliman, korupsi, dan kesewenang-wenangan hanya akan mempercepat kehancuran. Hal ini sejalan dengan pesan ayat bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Jika kita meninjau dari konteks modern, politik sering kali dipahami sebagai perebutan kekuasaan. Namun, ayat ini mengingatkan bahwa kekuasaan sejatinya hanyalah titipan Allah yang akan dipergilirkan sesuai kehendak-Nya. Kekalahan dalam politik, seperti dalam pemilu atau perebutan jabatan, hendaknya tidak dimaknai sebagai akhir dari segalanya, melainkan sebagai evaluasi untuk memperbaiki strategi, visi, dan komitmen terhadap nilai-nilai keadilan. Sebaliknya, kemenangan dalam politik tidak boleh menjadikan seseorang angkuh, sebab kejayaan yang diperoleh bisa saja berbalik menjadi kekalahan jika tidak dijalankan dengan amanah.
Dengan demikian, QS. Ali Imran ayat 140 memberikan gambaran mendalam bahwa dinamika politik sejatinya bukan sekadar soal menang atau kalah, melainkan sarana untuk belajar, menegakkan keadilan, dan menguatkan iman. Ayat ini mengajarkan bahwa politik adalah bagian dari ujian kehidupan, di mana kekuasaan yang bergilir menjadi alat penyaring bagi siapa yang tetap lurus dalam kebenaran, siapa yang terjerumus dalam kezhaliman, dan siapa yang kelak dicatat sebagai pejuang yang tulus.
Dan seperti biasa terima kasih..